Rekomendasi ORI Perlu Diperkuat Sanksi Sosial
Banyak masyarakat yang belum mengetahui fungsi dan tugas Ombudsman Republik Indonesia (ORI), hal itu disebabkan karena kurang populernya lembaga yang sudah berdiri sejak tahun 2000 tersebut. Salah satu penyebabnya adalah rekomendasi lembaga ini sering hanya menjadi macan kertas. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat rekomendasi dengan sanksi sosial.
“Ada yang mengusulkan agar kita perlu merevisi UU Ombudsman, tetapi itu harus melalui perdebatan yang agak lama. Saat ini mungkin yang bisa dimaksimalkan adalah sanksi sosial terhadap lembaga yang tidak menjalankan rekomendasi ORI yang nantinya akan dipublikasikan ke masyarakat,” kata anggota Komisi II Amran di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/01/16).
Hasil rekomendasi itu bisa dipublikasikan melalui website OR didukung massa lainnya. Rekomendasi lembaga ini terkait hasil penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber APBN atau APBD.
Dalam pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan juga sempat muncul pertanyaan untuk mengubah nama Ombudsman yang tidak dikenal dalam nomenklatur klasik bahasa Indonesia. Seperti diketahui, nama Ombudsman adalah berasal dari bahasa Swedia Kuno.
“Ini menjadi pertayaan apakah nama Ombudsman perlu diganti atau tidak? Kalau berdasarkan UU memang namanya Ombudsman namun jika namanya ingin diubah maka harus melalui proses revisi UU dahulu,” demikian Amran, wakil rakyat dari dapil Sumsel III. (hs/iky), foto : rizka/parle/hr.